THOUSANDS OF FREE BLOGGER TEMPLATES

Friday, May 22, 2009

Apa Neoliberalisme Itu?

Dengan dipilihnya Boediono sebagai cawapresnya SBY, diskusi tentang neoliberalisme (neolib) menjadi marak. Namun, diskusinya tidak memberikan gambaran jelas.

Liberalisme adalah paham yang sangat jelas digambarkan oleh Adam Smith dalam bukunya yang terbit pada 1776 dengan judul An inquiry into the Nature and the Causes of the Wealth of Nations. Buku ini sangat terkenal dengan singkatannya The wealth of nations dan luar biasa pengaruhnya. Dia menggambarkan pengenalannya tentang kenyataan hidup. Intinya sebagai berikut.

Manusia adalah homo economicus yang senantiasa mengejar kepentingannya sendiri guna memperoleh manfaat atau kenikmatan yang sebesar-besarnya dari apa saja yang dimilikinya. Kalau karakter manusia yang egosentris dan individualistis, seperti ini dibiarkan tanpa campur tangan pemerintah sedikitpun, dengan sendirinya akan terjadi alokasi yang efisien dari faktor- faktor produksi, pemerataan dan keadilan, kebebasan, daya inovasi, dan kreasi berkembang sepenuhnya. Prosesnya sebagai berikut.

Kalau ada barang dan jasa yang harganya tinggi, sehingga memberikan laba yang sangat besar (laba supernormal) kepada para produsennya, banyak orang akan tertarik memproduksi barang yang sama. Akibatnya, suplai meningkat dan ceteris paribus harga turun. Kalau harga turun sampai di bawah harga pokok, ceteris paribus supply menyusut karena harga meningkat lagi. Harga akan berfluktuasi tipis dengan kisaran yang memberikan laba yang sepantasnya saja (laba normal) bagi para produsen. Hal yang sama berlaku buat jasa distribusi.

Buku ini terbit pada 1776, ketika hampir semua barang adalah komoditas yang homogen (stapel producten), seperti gandum, gula, garam, dan katun. Lambat laun daya inovasi dan daya kreasi dari beberapa produsen berkembang. Ada saja di antara para produsen barang sejenis yang lebih pandai, sehingga mampu melakukan diferensiasi produk. Sebagai contoh, garam dikemas ke dalam botol kecil praktis yang siap pakai di meja makan. Di dalamnya, ditambahi beberapa vitamin dan diberi merek yang dipatenkan. Dia mempromosikan garamnya yang berlainan dengan garam biasa.

Konsumen percaya dan ber-sedia membayar lebih mahal. Produsen bisa memperoleh laba tinggi tanpa saingan untuk jangka waktu yang cukup lama. Selama itu, dia menumpuk laba tinggi (laba supernormal) yang menjadikannya kaya.

Karena semuanya dibolehkan tanpa pengaturan oleh pemerintah, dia mulai melakukan persaingan yang mematikan para pesaingnya dengan cara kotor, yang ditopang oleh kekayaannya. Sebagai contoh, produknya dijual dengan harga yang lebih rendah dari harga pokok. Dia merugi. Kerugiannya ditopang dengan modalnya yang sudah menumpuk. Dengan harga ini semua pesaing akan merugi dan bangkrut. Dia tidak, karena modalnya yang paling kuat. Setelah para pesaingnya bangkrut, dengan kedudukan monopoli, dia menaikkan harga produknya sangat tinggi.

Contoh lain, kasus pabrik rokok yang membeli rokok pesaingnya, disuntik sangat halus dengan cairan sabun. Lantas dijual lagi ke pasar. Beberapa hari lagi, rokoknya rusak sehingga mereknya tidak laku, pabriknya bangkrut.

Yang digambarkan Adam Smith mulai tidak berlaku lagi, karena apa saja boleh. Pengusaha majikan mulai mengerjakan sesama manusia dengan gaji dan lingkungan kerja yang di luar perikemanusiaan. Puncaknya terjadi dalam era revolusi industri, yang antara lain mengakibatkan anak-anak dan wanita hamil dipekerjakan di tambang-tambang. Perempuan melahirkan dalam tambang di bawah permukaan bumi. Mereka juga dicambuki bagaikan binatang. Dalam era itu seluruh dunia mengenal perbudakan, karena pemerintah tidak boleh campur tangan melindungi buruh.

Dalam kondisi seperti itu, lahir pikiran Karl Marx. Banyak karyanya, tetapi yang paling terkenal menentang Adam Smith adalah Das Kapital yang terbit 1848. Marx menggugat semua ketimpangan yang disebabkan mekanisme pasar yang tidak boleh dicampuri pemerintah. Marx berkesimpulan, untuk membebaskan penghisapan manusia oleh manusia, tidak boleh ada orang yang mempunyai modal yang dipakai untuk berproduksi dan berdistribusi dengan maksud memperoleh laba. Semuanya harus dipegang oleh negara dan setiap orang adalah pegawai negeri.

Persaingan

Dunia terbelah dua. Uni Soviet, Eropa Timur, Tiongkok, dan beberapa negara menerapkannya. Dunia Barat mengakui sepenuhnya gugatan Marx, tetapi tidak mau membuang mekanisme pasar dan kapitalisme. Eksesnya diperkecil dengan berbagai peraturan dan pengaturan. Setelah dua sistem ini bersaing selama 40 tahun, persaingan dimenangkan oleh Barat. Maka tidak ada lagi negara yang menganut sistem komunisme ala Marx-Lenin-Mao.

Semuanya mengadopsi mekanisme pasar dan mengadopsi kapitalisme dalam arti sempit, yaitu dibolehkannya orang per orang memiliki kapital untuk berproduki dan berdistribusi dengan motif mencari laba. Tetapi, kapital harus berfungsi sosial. Apa arti dan bagaimana perwujudannya? Sangat beragam. Keragaman ini berarti juga bahwa kadar campur tangannya pemerintah sangat bervariasi, dari yang sangat minimal sampai yang banyak sekali.

Orang-orang yang menganut paham bahwa campur tangan pemerintah haruslah sekecil mungkin adalah kaum neolib. Mereka tidak bisa mengelak terhadap campur tangan pemerintah, sehingga tidak bisa lagi mempertahankan liberalisme mutlak dan total, tetapi harus militan mengerdilkan pemerintah untuk kepentingan korporatokrasi. Jadi, walaupun yang liberal mutlak, yang total, yang laissez fair laissez aller dan laissez fair laissez passer, yang cut throat competition dan yang survival of the fittest mutlak sudah tidak bisa dipertahankan lagi, kaum neolib masih bisa membiarkan kekayaan alam negara kita dihisap habis oleh para majikannya yang kaum korporatokrat dengan dukungan Bank Dunia, Bank Pembangunan Asia, dan IMF.

Tim ekonomi dalam pemerintahan di Indonesia sejak 1967 adalah kaum neolib yang lebih ekstrem dari rekan-rekannya di negara-negara barat. Perkecualiannya hanya sebentar sekali, yaitu selama kabinet Gus Dur.

Kwik Kian Gie
Penulis adalah Mantan Menko Ekuin
Sumber: Suara Pembaruan, 2009-05-19
http://www.suarapembaruan.com/index.php?modul=news&detail=true&id=8112

Thursday, May 21, 2009

10 Tanda-tanda Kekalahan SBY

Ada beberapa peristiwa yang terjadi pada masa pemilu ini, mungkin hanya terjadi kebetulan, namun makna peristiwa ‘kebetulan’ bisa jadi adalah pertanda. Kalimat bijak mengatakan,”tak mungkin ada asap jika tak ada api”, mendung adalah pertanda hujan, sebagai pertanda bisa turun hujan bisa juga tidak, dengan demikian bagi para fans SBY Berbudi kiranya bisa memaklumi postingan saya ini. Ibarat pawang hujan yang menggiring agar si mendung tidak menurunkan hujan di tempat SBY Berbudi, nah ..metafora ini bisa menjadi saran bagi tim sukses SBY Berbudi agar segera menyiapkan pawang setelah membaca tulisan saya ini.

2031244p

Seorang paranormal Ki Joko Bodo juga telah meramalkan kekalahan SBY seperti postingan saya sebelumnya http://public.kompasiana.com/2009/04/22/ramalan-ki-joko-bodo-sby-tumbang/ tanda-tanda lain adalah sebagai berikut :

1. Dalam Rakernas PD di Kemayoran pasca Pileg, SBY melontarkan kalimat akan menolak hasil pemilu 300 % jika masalah DPT tidak selesai, ini pengingkaran nyata yang tidak disadari SBY, karena jika mau menyelesaikan DPT Pileg, maka sejumlah pemilih yang tidak masuk List DPT saat Pileg, harus diadakan pencontrengan ulang. Nyatanya tidak dilakukan, secara tidak sadar SBY sebenarnya sudah menolak hasil Pileg yang dimenangkan oleh PD.

2. Saat SBY melakukan sukuran di Cikeas untuk kemenangan PD di Pileg melontarkan pidato perang urat syaraf terhadap JK dengan slogan lebih cepat lebih baik, padahal slogan ini ada sebelum masa kampanye Pileg, koq bukan saat itu SBY bereaksi. Artinya SBY menyadari posisi yang terpojok, merasakan bayang-bayang kekalahan, penurunan semangat keyakinan akan menang. Lontaran ini juga disampaikan pada saat yang kurang tepat, lagi acara sukuran, kenapa mesti di isi dengan pidato seolah permusuhan. Artinya menodai barokah sukuran itu sendiri.

3. SBY tidak Berbudi lagi, istilah ini muncul setelah tagline SBY Berbudi diganti dengan SBY-Boediono, karena makna berbudi bagi orang palembang bermakna pembohong. Bagi kalangan yang percaya dunia mistikus ini adalah pertanda buruk, bagi kalangan awam ini menjadi tanda tanya besar, “koq bisa kena gitu ya.” Terlepas dari ini saya menilai bahwa SBY memilih Boediono tidak dalam persiapan yang matang, seperti tiba masa tiba akal, buktinya taglinenya mengalami kesalahan fatal. Jadi lamanya penentuan sikap SBY memilih cawapres bisa dikatakan SBY sangat gamang, lelet dan tidak bisa berpikir cepat dan strategis di dalam menentukan sikap.

4. Pemilihan Boediono SBY seperti bertarung mengundi nasib bak pepatah, “Air di tempayang ditumpahkan karena mengharap hujan besar akan datang,” Motivasi lain memilih Boediono selain sebagai misi di dalam membangun citra bahwa SBY serius menangani persoalan ekonomi Indonesia adalah kaderisasi Boediono sebagai Capres PD di Pemilu 2014. Ternyata Boediono mengalami banyak penolakan di berbagai kalangan, ini kesan arogansi SBY, padahal banyak tokoh lain yang lebih baik dan tidak resisten konflik di tengah masyarakat. Membuang air ditempayang karena jika berpasangan dengan JK atau HNW, SBY sudah jelas menang, sangat mungkin menang di putaran pertama. memilih Boediono karena mengharap hujan besar akan datang, bisa menang Pilpres nanti, bisa melindungi obligor BLBI yang bermasalah, dan Boediono siap di kader oleh SBY untuk suksesi di Pilpres 2014. Jika hujan besar yang diharap tidak datang, apa mau dikata mari bersama PD makan bubur. Yang jelas bulan Juli dan September saat Pilpres itu sudah musim kemarau.

4. SBY sebagai presiden adalah Pangti TNI, pada hari Senin 6 April 2009 pukul 13.00 Wib Pesawat Fokker TNI AU jatuh di Lanud Hussein Sastranegara Kota Bandung di mana SBY mengambil tempat deklarasi nyapres juga di kota Bandung. Saat deklarasi SBY Berbudi mengenakan busana warnah merah, simbol kalah, jatuh dan terluka. Mungkin kebetulan saja. Namun pada hari Selasa 28 April 2009 pukul 10.30 Wib Pesawat TNI AL Tobago (TB-10) jatuh di Sungai Srilandak Semarang Jateng. Artinya SBY akan kalah telak di Dapil Jateng dan Jogya, mungkin dari JK-Wiranto atau Mega-Pro, yang jelas SBY Berbudi jadi nomor bontot kurus kering di Jateng. Dan pada Hari Rabu 20 Mei 2009 pukul 06.00 Pesawat Hercules C-130 jatuh di Magetan Jatim di mana Jatim sebagai tempat kelahiran SBY dan Boediono dengan dukungan PKB diperkirakan akan menuai suara padat voter. Peristiwa ini pertanda mungkin SBY Berbudi akan kalah suara dari pasangan lain di Jatim, mungkin pula pertanda SBY Berbudi kalah dalam Pilpres.

5. SBY telah mengingkari karomah tanggal kelahirannya 9 September 1949 yang selama ini dipercayainya, contohnya PD dibentuk pada tanggal 9 September 2001 dan memiliki Tabloid SBY 9949. Karena deklarasi capresnya diadakan pada tanggal 15 Mei 2009 diundur dari rencana paling awal pada tanggal 9 Mei 2009. Kebetulan tanggal 15 Mei adalah hari kelahiran JK yang sudah deklarasi di Tugu Proklamasi, mungkin kebetulan bisa pertanda SBY Berbudi akan terkalahkan oleh JK-Wiranto.

6. Pertanda lain dengan dipilihnya Boediono, mesin politik koalisi partai dari PAN, PKS dan PPP, akan berbuat setengah hati, mendua, buktinya elit ketiga partai ini mengalami perpecahan. Di level grassroot voter ke tiga partai ini menjadi massa mengambang, potensi swing voter cukup tinggi.

7. Massa voter SBY-JK di Pilpres I 2004 adalah 33 %, pada putaran ke dua 66 %, penolakan SBY berduet kembali dengan JK, menghasilkan 33 % massa mengambang, akan melakukan swing voter ke pasangan lain sebagai dampak rasa kecewa.

8. Issu ketrlibatan Boediono di dalam kasus Obligor bermasalah BLBI. Pada tahun 1997-1998 pemerintah Orba mengundang IMF masuk ke Indonesia di mana Boediono dan Sri Mulyani adalah perwakilan pemerintah di dalam TIM IMF dalam rangka misi perbaikan ekonomi dengan cara resstrukturisasi dunia perbankan dan pengurangan subsidi BBM serta pengucuran BLBI di dalam penyiapan Aksevibilitas penyediaan dana perbankan yang mulai kekurangan modal karena aksi money rust para penabung.

9. Pada jaman kepresidenan Megawati, dimana SBY dan JK mundur, Boediono sebagai menteri keuangan merekomendasi penjualan beberapa BUMN seperti Indosat ke pada Investor asing, hal ini juga bagian dari scenario IMF untuk menyehatkan BUMN dengan melegonya ke pihak asing. Dan pada posisi yang sama Boediono kembali menggelontorkan dana 600 trilyun umumnya kepada obligor BLBI yang bermasalah dan sekarang menjadi donasi partai tertentu dan kontestan pilpres, di mana pada Pemilu 2004 para obligor ini juga menjadi donasi yang sama, seperti gaya klasik Robin Hud. Dana 600 trilyun ini juga masih macet dan bermasalah. Jadi jangan heran jika muncul tudingan Pengwapresan Boediono adalah sebuah scenario besar menyelamatkan para obligor BLBI yang bermasalah. http://public.kompasiana.com/2009/05/16/scenario-besar-penyelamatan-obligor-blbi/. Boediono melahirkan citra kesedarhanaan palsu, hidup sederhana tetapi menumpuk uang 22,06 Milyar, dengan pertambahan setiap tahun sebesar 3 Milyar. Sedangkan figur Boediono tidak memiliki ladang bisnis atau aktivitas sosial.

10. Issu Boediono sebagai neoliberalisme dapat dipahami karena beliau ahli dalam bidang ekonomi makro, memahami kedua korelasi ini anda tidak perlu untuk kuliah di fak ekonomi karena ekonomi makro menganut paham pasar bebas, invidualitas, dan penguatan ekonomi pada investor usahawan yang tidak peduli apakah itu dari investor dalam negeri atau pihak asing. kalau proses tender tentu investor asing lebih unggul. Dari berbagai tekanan dan issu praduga sepak terjang Boediono, menurut informasi salah seorang teman jurnalist kawakan, bahwa Boediono mungkin akan mundur sebagai cawapres SBY.

Anda setuju tidak setuju dengan postingan ini, ini hanya analisa pertanda seperti ramalan cuaca, lebih cepat lebih baik para fans SBY dan Tim Suksesnya menjadikan tulisan ini sebagai referensi menyiapkan pawang hujan, karena dua pasangan lain tentu sudah menyiapkan hal yang sama. Wallahualam.

Salam Blogger Kompasiana

Tuesday, May 12, 2009

10 Alasan SBY Memilih Boediono Sebagai Cawapres

SBY-Boediono (Kompas)

Pendamping SBY untuk melaju Pilpres 2009 yakni Dr. Boediono(Gubernur BI) yang sudah beredar di media massa bukanlah hal yang mengejutkan. Menurut saya, pilihan Capres SBY memilih Cawapres Boediono sudah tepat dalam tataran kepentingan partai Demokrat khususnya dan kelangsungan kabinet pada umumnya jika SBY-Boediono terpilih.Tapi tentu saja belum tepat dalam tataran mewakili kepentingan koalisi.

Sejak awal partai Demokrat memberi kewenangan penuh kepada SBY untuk memilih pendampingnya pada Pilpres. Berbondong-bondonglah nama-nama cawapres dari partai maupun profesional hingga 19 nama yang akhirnya mengerucut 3 nama : Boediono, Hidayat Nur Hidayat, dan Hatta Radjasa. Salah Sejak pengumuman hasil pemilu yang menempatkan Demokrat menjadi satu-satu partainya yang berhak mengajukan capres-cawapres sendiri (suara nasional >20%, kursi parlemen >25%), maka posisi tawar partai menengah PKS, PAN, PPP, PKB (selanjutnya ditulis : 4 Partai) menjadi ‘murah’. Dan akhirnya, PKS menjadi pihak pertama yang mendapat konfirmasi cawapres dari SBY adalah Doktor Ekonomi dan juga Gubernur Bank Indonesia saat ini : Dr. Boediono. Mengapa SBY memilih Boediono?

Menurut saya, minimal ada 10 alasan mengapa SBY memilih Boediono

  1. SBY ingin cawapresnya “patuh”, ’setia’ dan tidak dominan secara politik.
    Boediono merupakan sosok profesional yang fokus pada pekerjaannya dan tidak “bergairah” dengan perpolitikan. Inilah yang dibutukan SBY untuk menjalankan kabinetnya mendatang (jika terpilih) agar fokus, terarah, dan satu komando. Jangan sampai “ada 2 nakhoda dalam 1 kabinet”, dan Boediono yang pasti bukan orang yang akan/berambisi menjadi “nakhoda”, namunsebatas co-pilot.
  2. SBY membutuhkan cawapres yang ahli dalam bidang ekonomi.
    Selama ini kebijakan ekonomi kabinet Indonesia Bersatu lebih didominasi Wapres Jusuf Kalla bersama tim Ekonomi Kabinet. Tentunya kapabilitas SBY dalam kemajuan ekonomi masih kalah jauh dari para ekonom-ekonom ahli di negeri ini. Dan memang SBY bukanlah seorang ekonom, karena beliau adalah seorang Jenderal TNI yang terjun dalam politik pemeritahan. Mengapa ekonom Boediono dan bukan Sri Mulyani, karena hanya Mulyani lah satu-satunya menteri yang berani mengancam SBY untuk mengundurkan diri ketika SBY bersikokoh membela kepentingan saham grup Bakrie di BEI Oktober 2008 silam. Jadi, Boediono lebih ’setia’ dan ‘patuh’ daripada Mulyani.
  3. SBY tidak menginginkan wakilnya adalah sosok yang memiliki pengaruh ketokohan dan politik yang besar atau berpotensi membesar.
    SBY sudah merasakan bagaimana Wapres saat ini memiliki pengaruh politik dan ketokohan yang dalam beberapa sisi cukup mendominasi daripada SBY. Dan bila saja disusupin kepentingan tertentu (politik), maka keretakan dan non-sinergis akan muncul. Disisi lain, mungkin SBY tidak ingin mendengar pernyataan masyarakat bahwa Cawapresnya adalah “The Real President“
  4. SBY memilih Boediono karena Boediono adalah ekonom liberal-kapitalis yang handal dan dihormati terutama negara-negara neoliberalis kapitalis seperti Amerika Cs.
    Nama Boediono sangat terkenal dikalangan negara kapitalis asing, karena Boediono menjadi orang yang sangat dipercaya oleh kapitalis asing dalam menjalankan agenda-agenda ekonomi pasar dan “globalisasi kapitalis”.
  5. SBY memilih Boediono merupakan suatu langkah untuk mengokohkan Sistem Presidensil Utuh.
    Sesuai dengan UUD 1945 Amandemen bahwa sistem pemerintahan kita adalah presidensil, maka SBY berusaha membuka lembaran baru untuk menerapkan sistem presidensil yang utuh. SBY mungkin memiliki pemikiran bahwa Capres-Cawapres seharusnya menjadi satu perpaduan utuh. Hal ini mirip dengan pasangan Capres-Cawapres di Amerika dimana berasal dari satu paket (satu partai). Namun, karena Demokrat hanya menguasai 26% kursi, tentu ia tidak dapat memilih cawapresnya dari Demokrat. Win-win solution adalah memilih kalangan non-partai. Dan bisa jadi, ini merupakan suatu “tes kesetiaan” yang dilakukan SBY kepada 4 partai.
  6. SBY berhak penuh memilih siapa pendampingnya (Boediono) dan tidak perlu bermusyawarah pada 4 Partai untuk memutuskan siapa Cawapresnya.
    Karena hal ini sudah menjadi bargaining SBY dan Demokrat sejak awal “silahkan kalian daftar kader terbaik kalian, hanya SBY-lah satu-satunya orang yang memiliki sense yang paling baik menentukan siapa pasangan pendampingnya.”Secara tidak langsung, tersirat bahwa 4 Partai dalam beberapa kondisi dan situasi, tidak boleh mendikte keputusan Capres SBY. Dalam urusan pemilihan Cawapres, kader Demokrat berkata “Hanya SBY dan Tuhan yang tahu”. Wow…. Ini juga menunjukkan sinyal dari kubu SBY kepada 4 partai “Ingat, saya adalah pemimpin kalian. Saya punya otoritas penuh menentukan kebijakan. Cukuplah kalian menjadi pendukung, penimbang sekaligus pelengkap”
  7. SBY memilih Boediono merupakan langkah strategis SBY untuk menjaga kepentingan Partai Demokrat di masa mendatang yakni periode 2014.
    Jika saja SBY terpilih kembali pada periode kedua, maka tahun 2014 SBY tidak bisa mencalonkan diri lagi. Sedangkan hingga saat ini, belum ada kader populer dan kompenten Demokrat yang siap menggantikan SBY nantinya. Sedangkan saat ini, bisa dikatakan 80% Demokrat adalah SBY itu sendiri. Menyikapi itu, maka SBY akan jauh lebih aman memilih wakil yang tidak berpotensi menjadi “rising star” dan menjadi pemimpin di tahun 2014. Jika SBY memilih 1 tokoh populer dari 4 partai, berarti SBY sedang membesarkan “macan” di kandang Demokrat yang mana akan menjadi potensi Capres di 2014 mengalahkan kepemimpinan dari Demokrat.
  8. SBY memilih Boediono berarti membuka peluang besar koalisi Demokrat-PDIP
    Ini juga menjadi harapan SBY agar PDIP merapat ke Demokrat. Andai saja “deadlock” PDIP-Gerindra tidak ada “key”nya. Boediono adalah orang yang dekat dengan PDIP. Baik Demokrat maupun PDIP sama- sama mengklaim partai nasionalis, meskipun faktor kapitalis tampak dalam berbagai kebijakannya.
    Hal ini juga saya bahas di bagian akhir dari artikel :Inilah Politik : Yoyo vs Gasing Ingin Berkoalisi
  9. SBY memilih Boediono dengan harapan memberi nilai “tengah” kepada 4 partai dan 3 usulan cawapres
    Agar netral dalam “menimbang-nimbang” dari utusan cawapres 3 parpol yakni dari PKS (Hidayat Nur Wahid), PAN (Hatta Radjasa), dan PKB (Muhaimin Iskandar). Disisi lain, SBY berusaha menepis opini publik bahwa SBY terlalu mengakomodir kekuatan “hijau” sehingga secara bertahap SBY akan “dikeroyokin” oleh perwakilan yang mengsuarakan perubahan “Sila 1 Pancasila”.
  10. SBY tidak memilih salah satu dari 3 kader partai karena :
    • Hidayat Nur Wahid (HNW): dikenal tokoh yang terlalu “hijau” dan kurang kapabel dalam ekonomi yang menjadi fondasi dasar pemerintahan. Disisi lain, banyak potensi negatif yang akan dituju HNW seperti beberapa rumor yang telah beredar beberapa waktu silam.
    • Hatta Radjasa (HR) : HR memiliki “cacat” tatkala terjadi banyak kecelakan ketika menjadi Menhub. Disisi lain, memilih HR berarti mengikuti “instruksi” Amien Rais yang notabene bahwa SBY setuju dan menerima kebijakan pro-rakyat, suatu kebijakan yang berhaluan dengan SBY yang lebih pro-kapitalis. Meskipun HR adalah “speaker”-nya SBY.
    • Muhaimin Iskandar (MI) : MI adalah Ketum PKB yang notabene tidak begitu dihendaki SBY mengingat Wapres dari ketua partai akan berpengaruh pada kinerja kabinet (bisa pecah). Disisi lain, SBY pun menimbang, apakah MI tidak berpotensi “tidak menghormati SBY”, karena MI pernah dan sedang bersiteru dengan “tuannya” Gus Dur, meskipun Cak Imin dekat dengan SBY.

*********

Itulah 10 analisis saya mengenai mengapa SBY memilih Boediono dan bukan memilih wakil kader dari partai PKS, PAN, PKB, PPP (tidak mengajukan). Karena sejak awal Demokrat dan PKS sudah menjalin koalisi flatform yang mengedepankan kepentingan bangsa daripada kursi kekuasaan, maka dalam posisi ini PKS “terpaksa” ikut arus SBY. Sudah sangat jelas posisi SBY cukup tinggi dan “mahal’ dibanding partai-partai kecil ini. Gemparnya isu ini meninggalkan kesan bahwa “koalisi di kubu Demokrat” tidaklah kokoh. Komunikasi dan konflik kepentingan masih sangat kental dalam koalisi yang cenderung mementingkan kepentingan partai masing-masing. Dan tampak sekali bahwa pemerintah SBY akan “cukup” otoriter dalam mengambil keputusan.

Oleh karena itu, sangatlah wajar jika PKS, PAN, PPP agak kecewa. Ini juga menunjukkan bahwa manuver “Koalisi Lanjutkan” tidaklah jauh berbeda dengan “Koalisi Besar”. Sama-sama menghitung kekuatan untuk merebut kekuasaan dan akhirnya koalisi yang terbentuk sangatlah rapuh. Parade para politikus partai ini merupakan pelajaran buruk bagi masyarakat yang kurang mengerti tentang politik. Dan dengan kondisi carut-marut kekuasaan ini, maka sangatlah wajar jika Golput menjadi pemenang dengan Angka mencapai 50-66,7 juta penduduk pada Pileg 2009 silam.

Untuk PKS harus bisa menerima ini, karena sejak awal mereka mengatakan telah mengajukan cawapres melalui amplop tertutup seraya mengatakan “dipilih atau tidak, itu tidak terlalu penting (ada 4 alasan koalisi). Yang penting adalah flatform. Kita berkoalisi bukan hanya mengincar cawapres”.
Untuk PAN, hmmm… Pak Amien Rais harus bisa menerima konsekuensinya. Menurut saya, pemilhan Boediono merupakan tamparan cukup keras bagi Amien Rais, karena Boediono adalah sosok pro-liberali-kapitalis, bukanlah sosok yang pro-nasionalis dan ekonomi kerakyatan yang menjadi harapan Amien Rais. Tampaknya, Soetrisno Bachrir (SB) berada di track yang benar, sementara (maaf) pak Amien tampaknya keliru (memang Amien dan Prabowo sulit duduk bersama mengingat perjuangan 1998 ). Pilihan sulit bagi Amien Rais…

Demikianlah 10 analisis saya atas alasan mengapa SBY memilih Boediono sebagai pasangan Cawapresnya. Sangatlah mungkin ada kekeliruan dalam analisis saya ini. Dan saya harap ada masukan dari rekan-rekan. Jika ada kurang, silahkan tambahkan. Jika ada tidak tepat, mohon dikoreksi juga.

Salam Perjuangan Para Aktivis dan Mahasiswa pada 12 Mei 1998
Salam Perubahan,
13 Mei 2009, ech-nusantaraku

Monday, May 4, 2009

Majapahit Runtuh Oleh Bencana Geologi

Suryasengkala Sirna Ilang Krtaning Bhumi alias angka tahun 1400 Caka (1478 Masehi) menjadi terbuka untuk ditafsir ulang. Tahun 1400 Caka dipakai oleh beberapa ahli sejarah sebagai akhir Majapahit berdasarkan dua babad sejarah terkenal Serat Kanda dan Babad Tanah Jawi dan catatan2 perjalanan bangsa-bangsa asing yang pernah mampir ke Jawa pada saat itu. Memang, masih ada raja-raja Majapahit terakhir setelah 1478 M, seperti raja Girindrawardhana (1478-1498 M) dan Brawijaya VIII(1498-1518 M), sebelum Majapahit benar2 bubar pada tahun 1518 M. Tetapi, dari tahun 1478 M sampai 1518 M, Majapahit adalah kerajaan bawahan Demak yang saat itu lebih kuat. Tahun 1518 M kekuasaan di Jawa sudah didominasi penguasa2 Islam seperti Raden Patah dan adipati Unus.

Manurut buku de Graaf (1949) - Geschiedenis van Indonesie (Sejarah
Indonesia) - buku ini senilai seperti buku Geology of Indonesia van
Bemmelen (1949) - runtuhnya Majapahit terjadi pada tahun 1400 Caka atau 1478 M sesuai dengan catatan sejarah Jawa. Tahun 1400 Saka diperingati dengan sengkalan berbunyi “Sirna Ilang Krtaning Bhumi” atau 0041 (1400) dalam Serat Kanda. Apa arti kalimat ini ? Kita tak akan kesulitan mengartikan sirna, ilang, dan bhumi; pasti artinya sirna, hilang, bumi. Yang menarik adalah “krta”. Pengecekan dari buku kamus Kawi-Indonesia susunan Wojowasito (1980) adalah sbb. :

“krta” /kerta berasal dari bahasa Sanskerta, yang punya beberapa arti :
1) sudah dikerjakan, sudah dilakukan selesai, habis, baik, aman dan
tentram, jasa.
2) dadu dengan empat buah mata.

“Ilang” : hilang binasa.

“Ni/ning” : partikel genitif. “Bhumi” : bumi, tanah.
Menurut kamus linguistik Harimurti-Kridalaksana (2001) : partikel = kata yang biasanya tidak dapat diderivikasikan atau diinfleksikan, yang mengandung makna gramatikal dan tidak mengandung makna leksikal; sedangkan “genitif partitif” = penggunaan kasus genitif untuk menyatakan bagian dari keseluruhan makna kata yang bersangkutan. Kasus genitif adalah kasus yang menandai makna ‘milik’ pada nomina atau yang sejenisnya.

Berdasarkan kamus Kawi-Indonesia susunan Purwadi (2003), “kerta” = hasil, kemakmuran; kerta wadana : aman, sejahtera.

Maka, terbuka untuk menafsirkan “sirna ilang krtaning bhumi” sebagai :
(1) “sirna hilang sudah selesai pekerjaan bumi” atau
(2) “sirna hilang kemakmuran bumi/di bumi”.
Makna yang banyak ditemukan di buku2 adalah makna kedua. Makna no. 1 pengalimatannya tak semulus pengalimatan makna kedua. Tetapi, kalau berkenaan dengan suatu bencana, maka makna no. 1
lebih tepat sebab “sirna hilang akibat pekerjaan bumi”. Apa pekerjaan
bumi ? Ya bisa bencana sedimentasi, erupsi gunungapi, gempa, atau erupsi gununglumpur.

Kita mungkin akan segera memilih makna no. 2 sebab lebih gampang
menerimanya, setelah Majapahit bubar, kemakmuran di bumi memang hilang (dalam kacamata orang2 Majapahit). Tetapi, penjelasan yang mudah belum tentu yang benar, dan penjelasan yang susah belum tentu yang salah.

Ada satu lagi penyerta “sirna ilang krtaning bhumi”, yang kalah populer
dari sengkalan ini tetapi tercatat di suatu risalah kerajaan Majapahit
yang ditemukan belakangan. Risalah tersebut mencatat suatu peristiwa
“Guntur Pawatugunung”. Peristiwa apa ini dan kapan terjadinya ? Ricklefs (1999) - Ricklefs adalah ahli sejarah dari Australia yang banyak
meneliti sejarah Indonesia, bukunya “Sejarah Indonesia Moderen
1200-2004″ sudah diterjemahkan oleh Serambi (2005), edisi pertamanya oleh UGM - berdasarkan tulisan2 ahli sejarah Belanda C.C. Berg, menyatakan bahwa peristiwa “Guntur Pawatugunung” terjadi pada tahun 1403 Saka (1481 M).

Apa makna “guntur pawatugunung” ? Banyak yang mengartikan, itu adalah peristiwa yang mungkin sekali berkaitan dengan bencana letusan gunungapi (C.C. Berg dalam Ricklefs, 1999) yang terjadi pada masa kemunduran Majapahit. C.C Berg lebih lanjut menafsirkan bahwa Guntur Pawatugunung i merupakan tanda alam tentang (akan) munculnya suatu kerajaan baru di Jawa sebagai pengganti Majapahit (Kesultanan Demak). Berg meyakini bahwa sejarah2 penting di Indonesia banyak ditandai dengan peristiwa2 alam.

Sekarang kita lihat tahun2 “sirna ilang krtaning bhumi” (1400 Caka) dan
“guntur pawatugunung” (1403 Caka), sangat berdekatan - hanya beda 3 tahun. Benar berbeda tiga tahun atau ada kesalahan pencatatan ? Dua2nya mungkin. Ratusan tahun yang lalu kesalahan pencatatan waktu 3 tahun ya wajar saja. Artinya, punya potensi bahwa “sirna ilang krtaning bhumi ” seperiode dengan “guntur pawatugunung”. Kalau kita mengikuti makna ke-2 sirna ilang krtaning bhumi, maka dapat saja ditafsirkan bahwa Majapahit mundur dan habis oleh bencana semacam erupsi (bisa gunungapi, bisa gununglumpur ala LUSI). “sirna ilang krtaning bhumi” akibat “guntur pawatugunung”.

Alasan politik memang kuat mengakhiri Majapahit, tetapi bencana geologi pun besar potensinya untuk mengakhiri Majapahit - ini berdasarkan kajian geologi di mana dulu Majapahit berlokasi, dan peninggalan2 dalam catatan sejarah.

Pentingnya faktor kebencanaan dalam akhir Majapahit beberapa kali pernah dikemukakan oleh Prof. Sampurno dari ITB. Presentasi Pak Sampurno di PIT IAGI 83 Yogya dijadikan berita di Kompas tanggal 2 Mei 1983, berjudul “Hancurnya Majapahit Bukan Akibat Munculnya Sistem Nilai Baru, tetapi Terlanda Bencana Alam” (oleh J. Purwanto). Dalam wawancara dengan wartawan Pikiran Rakyat pada acara purna bakti Pak Sampurno tahun 2004, Pak Sampurno menyatakan masih akan mengejar meneliti hal ini seusai pensiun nanti. Saya tak punya proceedings PIT IAGI 1983, dan tak punya artikel Kompas tahun 1983 untuk konfirmasi; tahu bahwa Pak Sampurno pernah mengemukakan hal itu dari buku Daldjoeni (1984) - geografi kesejarahan. Awal tahun 1980-an katanya ITB pernah melakukan studi lapangan di sekitar situs Majapahit, yang akhirnya menuju ke hipotesis bahwa Majapahit telah runtuh oleh bencana alam. Barangkali bapak2 dosen ITB anggota milis ini bisa konfirmasi ke Pak Sampurno (Pak Yahdi Zaim, Pak Eddy Subroto, Pak Andri Subandrio, dan bapak/ibu dosen ITB lainnya ?).

Soal ini sudah saya komunikasikan sejak beberapa bulan yang lalu melalui ulasan2 sementara saya di milis ini soal Majapahit. Menarik mencoba mengulasnya dengan pendekatan catatan2 sejarah, buku-buku lama, kajian geologi wilayah Majapahit, bencana terkini ala LUSI, cerita rakyat/folklore, dan kesimpulan2 dari hasil peneltian yang katanya pernah dilakukan ITB awal 1980an.

Majapahit adalah suatu kerajaan terbesar yang pernah ada di Indonesia. Bagaimana ia berawal, bagaimana ia naik ke puncak dan bagaimana ia berakhir sama-sama penting untuk dipelajari, siapa tahu kita bisa menarik suatu pelajaran daripadanya.

Oleh : Awang H.Satyana

Inilah Kronologi Pengungkapan Pembunuhan Nasrudin

Dalam waktu sekitar satu setengah bulan, polisi berhasil mengungkap tabir di balik kasus pembunuhan Direktur PT PRB Nasrudin Zulkarnaen Iskandar. Pengungkapan kasus ini berawal dari kesaksian para saksi di lokasi penembakan, kemudian polisi menemukan motor Yamaha Scorpio yang digunakan pelaku penembakan.

Setelah itu, polisi kemudian menangkap Heri Santosa, pengemudi Yamaha Scorpio itu di kawasan Menteng Atas, Setiabudi, Jakarta Selatan. Dari pengakuan Heri, kemudian nama para tersangka lainnya terungkap. Kombes Pol Wiliardi Wizar dan Komisaris PT Pers Indonesia Merdeka (PIM) Sigid Haryo Wibisnono kemudian juga ditangkap.

Dalam jumpa pers di Mapolda Metro Jaya, Senin (4/5/2009), Kapolda menjelaskan kronologi pengungkapan kasus pembunuhan Nasrudin ini. Namun, Kapolda menjelaskan kronologi ini dengan menyebut para tersangka dengan inisial-inisial.

Kapolda juga tidak menyebutkan motif pembunuhan terhadap Nasrudin. Kapolda juga belum menyebut peran Antasari Azhar secara jelas dalam kasus ini.

Penjelasan Kapolda tentang ini sama dengan data kronologi pengungkapan kasus Nasrudin yang diterima detikcom. Bahkan, data tersebut sudah mengungkap motif pembunuhan dan peran Antasari. Berikut kronologi lengkap yang didapatkan detikcom:

1. Dari hasil olah TKP yang dilakukan Tim Labfor Mabes Polri dan hasil analisa dari keterangan saksi yang ada di TKP diperoleh informasi bahwa pelaku menggunakan sepeda motor Yamaha Scorpio warna biru dan dibuatkan sketsa wajah pelaku dari keteragan saksi Sarwin yang berada di dekat TKP. Sarwin merupakan saksi yang saat kejadian penembakan, berada hanya 5 meter dari mobil Nasrudin.

2. Selanjutnya dilakukan penyelidikan dan diperoleh informasi adanya seseorang yang memiliki kendaraan roda dua dengan ciri-ciri seperti yang di TKP dengan pemilik bernama Heri Santosa, beralamat di Menteng Atas no 27 RT 10/04 Kecamatan Setiabudi, Jakarta Selatan. Setelah dilakukan pengecekan ke alamat tersebut, ditemukan sebuah sepeda motor Yamaha Scorpio warna biru no pol B 6862 SNY dan selanjutnya dilakukan penangkapan terhadap tersangka Heri Santosa. Heri Santosa mengaku sebagai pengemudi sepeda motor (pilot) dalam penembakan terhadap korban Nasrudin.

3. Heri Santosa mengaku saat kejadian dia mengendarai kendaraan tersebut bersama-sama dengan Daniel yang melakukan penembakan sebanyak dua kali terhadap korban dari arah sisi kiri kendaraan BMW B 191 E warna silver di Jalan Hartono Raya Kompleks Modern Land, sekitar 900 meter dari lapangan Golf Modern Land Tangerang pada Sabtu, 14 Maret 2009 sekitar pukul 14.00 WIB, sesaat setelah korban selesai bermain golf. Dalam pemeriksaan, diperoleh keterangan bahwa Heri Santosa dan Daniel mendapatkan pesanan untuk melakukan pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen dari Hendrikus Kia Walen.

4. Selanjutnya dilakukan penangkapan terhadap Hendrikus Kia Walen di Menteng Dalam Atas Jakarta Pusat. Rumah Hendrikus hanya berjarak sekitar 50 meter dari rumah Heri Santosa. Pengakuan Hendrikus, di lokasi penembakan saat itu adalah Heri Santosa (sebagai pilot), Daniel (sebagai eksekutor) dengan menggunakan sepeda motor Yamaha Scorpio warna biru, sementara Fransiskus Alias Ansidan sdr SEI (sebagai pengawas) dengan menggunakan kendaraan Avanza B 8870 NP. Hendrikus Kia Walen sebagai penerima dan pemberi order. Dari keterangan Hendrikus diketahui bahwa Hedrikus menerima uang sebesar Rp 400 juta dari Edo, dengan perincian: dibagikan ke masing-masing Heri Santoso Rp 70 juta, Daniel Rp 70 juta, Amsi Rp 30 juta, Sei Rp 20 juta, dan sisanya untuk Hendrikus serta biaya operasional sebesar Rp 100 juta.

5. Dari hasil pemeriksaan terhadap Hendrikus diketahui bahwa senjata api yang digunakan jenis Revolver kaliber 38 berikut peluru 6 butir yang masih ada di dalam silinder, dua sudah ditembakkan dan empat masih belum ditembakkan yang ditanam di halaman rumah di Tebet Jakarta Selatan. Selanjutnya senjata api itu disita dan dilakukan uji balistik Labfor Mabes Polri. Hasilnya, peluru itu identik dengan anak peluru yang ditemukan di tubuh Nasrudin.

6. Dari pengakuan Hendrikus, diperoleh keterangan tentang keberadaan Fransiskus. Polisi akhirnya menangkap Fransiskus alias Amsi di Batu Ceper Kali Deres Jakarta Barat. Saat diperiksa, Amsi mendapat uang Rp 30 juta, kemudian Hendrikus memberi dana operasional kepada Fransiskus sebesar Rp 15 juta untuk membeli senjata api dan sebesar Rp 5 juta untuk menyewa kendaraan Avanza.

7. Dari hasil peneriksaan Heri Santosa, dilakukan penangkapan terhadap Daniel (penembak/eksekutor) di Pelabuhan Tanjung Priok sewaktu pulang dari Flores dengan menggunakan kapal laut Silimau. Saat diperiksa, Daniel mengaku mendapatkan pesanan penembakan terhadap Nasrudin dengan mendapat imbalan uang Rp 70 juta.

8. Kepada polisi, Hendrikus mendapat pesanan penembakan terhadap Nasrudin dari Eduardus Ndopo Mbete alias Edo. Kemudian polisi menangkap Edo di rumahnya di Jalan Jati Asih Bekasi. Edo mengakui dan membenarkan pengakuan Hendrikus. Kemudian dilakukan pendalaman terhadap Edo untuk mengetahui motif dan siapa yang menyuruh Edo untuk melakukan penembakan terhadap Nasrudin.

9. Saat diperiksa, Edo mengaku mendapat perintah untuk membunuh korban dari Wiliardi Wizar (Kombes Polisi). Edo bisa bertemu Wiliardi atas prakarsa Jerry. Sebelumnya Wiliardi meminta Jerry untuk mencari orang yang dapat melakukan pembunuhan terhadap Nasrudin. Untuk itu, Jerry kemudian mengatur pertemuan Wiliardi dengan Edo di Halai Bowling Ancol. Selanjutnya dilakukan penangkapan terhadap Jerry di Perumahan Permata Buana A.7 no 13 Jakarta Barat.

10. Jerry mengaku bahwa Wiliardi bertemu dirinya di Halai Bowling Ancol untuk mencari orang yang dapat melakukan pembunuhan terhadap Nasrudin. Saat itu, dia mempertemukan Wiliardi dengan Edo. Saat itu, Edo dijanjikan imbalan Rp 500 juta. Pada pertemuan itu, diserahkan foto korban dan foto mobil yang biasa digunakan korban kepada Edo.

11. Kepada polisi, Edo mengaku menerima uang sebesar Rp 500 juta dari Wiliardi di lapangan parkir Citos (Cilandak Town Square) Jakarta Selatan. Berdasarkan keterangan Edo dan Jerry, selanjutnya dilakukan penangkapan terhadap Wiliardi Wizar di Taman Ubud Lippo Karawaci Tangerang.

12. Dari pemeriksaan Wiliardi, diperoleh keterangan bahwa uang yang diserahkan kepada Edo berasal dari Sigid Haryo Wibisono dan atas sepengetahuan Antasari. Sebab, saat Sigid memberikan Rp 500 juta kepada Wiliardi, Sigid menelepon Antasari untuk mengkonfirmasi penyerahan uang tersebut sebagai biaya operasional di lapangan. Maka pada hari Selasa 28 April 2009, polisi menangkap Sigid di Jalan Pati Unus 35 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

13. Dari hasil pemeriksaan Wiliardi dan Sigid diperoleh keterangan bahwa yang mempunyai keinginan untuk menghilangkan nyawa Nasrudin adalah Antasari Azhar. Sebab, Nasrudin sering meneror dan memeras Antasari dengan ancaman akan membongkar perselingkuhan Antasari dengan istri siri Nasrudin bernama Rani yang terjadi Hotel Grand Mahakam Kebayoran Baru Jaksel sekitar bulan Mei 2008. Karena ancaman tersebut dirasakan sudah sangat mengganggu baik diri pribadi maupun istri dari Antasari, maka Sigid menghubungi Wiliardi untuk meminta bantuan pembunuhan terhadap Nasrudin (detiknews.com)